MENANTI JODOH YANG TAK KUNJUNG DATANG
1. Penantian Panjang
Menanti adalah hal yang paling
membosankan,apalagi menanti sesuatu yang tidak pasti.
Sementara waktu terus berjalan; menangkas
jatah usia dan menyeret nya kepada kondisi yang tidak menentu. Dalam
kesendirian,kadang muncul pertanyaan, “siapa sebenarnya jodoh saya?”.
Sebuah pertanyaan klasik yang terus mengiang dalam hati
sanubari.”adakah jodoh untuk saya.”?, “benarkah jodoh itu ada?” dan segudang
pertanyaan lainnya.
Resah dan
gelisah kian menghantui hari - hari sepi
nya manakala usia mulai melewati kepala tiga sementara jodoh tidak kunjung
datang. Apalagi jika melihat sekeliling nya, semua kawan yang seusia dengan nya
bahkan yang lebih muda dari nya telah naik ke pelaminan dan ada yang sudah
memiliki keturunan. Baginya ini realitas yang menyakitkan sekaligus
membingungkan. Menyakitkan, manakala masyarakat mencibirnya sebagai sosok yang
“tidak laku” bahkan memberinya gelar jomblo. Mebingungkan, manakala tidak ada
yang mau peduli dan ambil pusing dengan masalah yang tengah di hadapinya.
Masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di
perkampungan telah menganggap jomblo itu adalah sebuah aib. Akibatnya, banyak
diantara mereka menikahkan anak anak nya di usia yang sangat muda. Tindakan ini
di ambil untuk menghindari gelar jomblo
itu.
Apalagi anggapan yang berkembang di kalangan wanita,semakin tua usia
kian sulit mendapatkan jodoh,akan menambah keresahan dan mengikis rasa percaya
diri. Maka wanita yang masih “sorangan
wae” kadang memilih mengurung diri dari hari harinya di habiskan dengan
berandai andai.
Anggapan di atas secara psikologis tidak bisa disalahkan mengingat
kecenderungan laki laki memilih calon istri yang usianya lebih muda atau
sebanding. Logikanya, seorang laki-laki yang usia nya tua akan lebih mudah
mendapatkan calon istrinya karena “pasarnya”
usia di bawahnya, sementara wanita lebih sulit karena “pasarnya” usia yang
lebih tua dan laki-laki di usia ini langka.
Jadi
laki-laki yang jomblo dalam hal ini berada “di atas angin” atau lebih
diuntungkan. Tapi ini bukanlah teori matematis, bisa saja kejadiannya terbalik.
Terlepas mudah atau sulitnya
mendapat-kan jodoh, kesendiriannya menjadi problema tersendiri, mereka tetap
saja disebut jomblo. Tak heran jika sebagian besar mencari solusi mulai dari
yang rasional lewat biro jodoh hingga yang irrasional lewat perdukunan.
No comments:
Post a Comment